MAKALAH
والنجاسات من الأعيان الØلال
والØرام؛ والطاهرات
Diajukan kepada
Dosen Pengampu Mata Kuliah Fiqh Ekonomi dan Bisnis Islam
Bapak Dr. Ibnu Muhdir, M. Ag. untuk Memenuhi
sebagaian Syarat Memperoleh Nilai Tugas Mata Fiqh Ekonomi dan Bisnis Islam
Disusun Oleh:
Mila Alim Bachri 182080100
Mahsun
18208010022
Mudita Sri Karuni 18208010021
Syafrudin 1822080100
PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI
SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................................... 3
C.
Tujuan
Pembahasan................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi Umum........................................................................................................ 4
B.
Pengertian Barang Halal, Haram, Suci dan
Najis Menurut Ahli............................ 12
1. Menurut ............................................................................................................
C. Analisis
Kritik Terhadap Teori Barang Halal, Haram, Suci dan Najis................... 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 17
B.
Saran........................................................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Meyakini
dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan adalah
definisi Islam yang sesungguhnya. Kesempurnaan iman itu akan berkurang, dan
bahkan terbatalkan apabila salah satunya tidak terpenuhi. Seseorang yang hanya
mengandalkan keyakinannya, dan mengabaikan aspek lain, bisa digolongkan sebagai
aliran kebatinan. Begitu juga dengan orang yang mengaku beriman, tetapi tidak
dibarengi dengan ketulusan hati dan pengamalan yang semestinya, maka ia akan
tergolong sebagai orang munafiq. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surat
Al Baqarah Ayat 8 yang artinya :
Di antara manusia ada yang mengatakan:
"Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu
sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. al-Baqarah: 8).
Dari situlah
menjadikan Islam berbeda dengan aturan hukum konvensional lainnnya. Dimana
Islam mengajarkan pengamalan yang mencakup 3 hubungan manusia; hubungan dengan
Tuhannya, hubungan dengan dirinya dan hubungan dengan masyarakatnya. Di samping
itu, juga karena ia berkaitan pada dunia
dan akhirat. Sehingga pesan-pesan hukumnya akan berkaitan dengan aqidah, ibadah,
akhlaq dan muamalah. Dengan demikian, diharapkan hal itu akan mampu melahirkan
keridhaan, ketenangan, kepercayaan, serta kebahagiaan yang abadi, yang
mencitacitakan untuk kedamaian abadi dan menyeluruh.
Syekh Sayyid
Sabiq dalam memberikan pengantar bukunya, berkata bahwa Allah Swt.. mengutus
Nabi Muhammad Saw. dengan membawa agama yang suci lagi penuh kelapangan, serta
syariat yang lengkap dan menyeluruh, yang menjamin bagi manusia kehidupan
bersih lagi mulia, dan menyampaikan mereka ke puncak ketinggian dan
kesempurnaan. Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh risalat Islam adalah
membersihkan dan mensucikan jiwa, dengan jalan mengenal Allah serta beribadah
kepada-Nya, dan mengokohkan hubungan antara manusia serta menegakkannya di
dalam kehidupannya.
Maka dari
itu, semua dimensi ajaran islam yang meliputi aqidah, ibadah, akhlak dan
muamalah seharusnya merupakan satu kesatuan dan kebulatan yang utuh dan tidak
terpisahkan. Ia terpisahkan hanya dalam tataran diskursus akademik, bukan dalam
tataran praktis. Adalah suatu kezaliman, bila seseorang berbuat, semata-mata
hanya atas pertimbangan halal dan haram dengan mengabaikan aspek al-husn (yang
baik) dan al-qubh (yang buruk) atau menyingkirkan sama sekali aspek al-mahmudah
(yang terpuji) dan al-mazmumah (yang tercela).
Maka dari itu, apapun yang diajarkan dalam Islam harus terealisasi dengan
memenuhi ketiga unsur tersebut.
Untuk
membuktikan bahwa Islam itu mengajarkan lahir dan batin, maka tidak terkecuali
juga dalam hal aturan konsumsi makanan dikenal istilah halal dan haram,
begitupun dalam hal bersuci (thaharah) dikenal dengan istilah suci dan
najis. Maka makalah ini akan membahas definisi secara umum berikut dengan
kritik analisis teori-teorinya terhait dengan halal, haram, suci dan najis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas penulis mengangkat rumusan masalah makalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi
umum dari halal, haram, suci dan najis ?
2. Bagaimana
barang halal, barang haram, barang suci dan barang najis ?
3. Bagaimana
menurut para ahli terkait teori barang haram, barang halal, barang suci dan
barang najis?
4. Bagaimana
analisis kritis terhadap barang halal, barang haram, barang suci dan barang
najis ?
C. Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari
pembahasan makalah ini adalah untuk menjelaskan definisi umum, bentuk, pendapat
para ahli dan analisis kritik terhadap teori barang halal, haram, suci dan
najis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Umum
Masalah halal, haram, suci, dan najis
begitu sentral dalam pandangan kaum muslimin, hal ini karena ia merupakan batas
antara yang hak dan yang batil, atau lebih jauh antara surga dan neraka. Halal
dan haram akan selalu dihadapi oleh kaum muslimin detik-demi dalam rentang kehidupannya. Sehingga
menandakan betapa pentingnya kita mengetahui secara
rinci batas antara apa yang halal dan apa yang haram. Mengetahui persoalan
halal-haram ini kelihatan mudah sepintas, tetapi kemudian menjadi sangat sukar
ketika berhadapan dengan kehidupan keseharian, yang kadang menjadi kabur, sulit
membedakan mana yang halal dan mana yang haram, najis dan suci, atau bahkan
menjadi syubhat, karena tidak termasuk kesemuanyanya, atau karena percampuran
semuanya. Berikut Al-qur’an, Hadist, dan
para ahli fiqh menggolongkan benda kedalam perspektif halal, haram,
suci, dan najis untuk kepentingan perekonomian :
1.
Halal dan Haram:
a. Bangkai,
yang termasuk kategori bangkai adalah hewan yang mati dengan tidak disembelih;
termasuk di dalamnya hewan yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan
diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat menyembelihnya, hanya bangkai
ikan dan belalang saja yang boleh dimakan.
b. Darah,
sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir, maksudnya adalah darah
yang keluar pada waktu penyembelihan (mengalir) sedangkan darah yang tersisa
setelah penyembelihan yang ada pada daging setelah dibersihkan dibolehkan. Dua
macam darah yang dibolehkan yaitu jantung dan limpa.
c. Babi,
apapun yang berasal dari babi hukumnya haram baik darahnya, dagingnya, maupun
tulangnya.
d. Binatang
yang ketika disembelih menyebut selain nama Allah.
2.
Najis
Najis terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
najis mukhaffafah, najis mutawassitah dan najis mughallaza.
a. Najis
mukhaffafah artinya najis yang ringan Yang termasuk najis mukhaffafah ialah air
kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum
sesuatu kecuali air susu ibu (ASI) Cara mensucikan najis mukhaffafah adalah
dengan memercikan air pada benda yang terkena najis mukhaffafah.
b. Najis
mutawassitah artinya najis yang sedang. Yang termasuk najis mutawassita (najis
sedang) adalah: 1) Bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya. Yang
dimaksud dengan bangkai adalah binatang yang mati karena tidak disembelih, atau
disembelih tetapi tidak menurut aturan shari’ah islam. Yang tidak termasuk
najis adalah bangkai belalang dan ikan, tanduk, bulu, dan kulit binatang,
seperti belalang, bulu domba, dan semacamnya. 2) Darah. Segala jenis darah
adalah najis. Jika darah itu sedikit maka darah itu dapat dimaafkan seperti
darah nyamuk yang melekat pada badan atau pakaian, darah bisul, dan darah
karena luka kecil. 3) Nanah, yaitu darah yang tidak sehat dan
sudah membusuk. 4) Kotoran manusia dan kotoran binatang Semua benda baik yang
padat maupun yang cair yang keluar dari kubul atau dubur manusia ataupun
binatang hukmnya najis kecuali mani 5) Arak (Khamr) Semua minuman keras yang
memabukkan termasuk benda najis.
c. Najis
mughallazah artinya najis yang berat. Yang termasuk najis mughallazah (najis
berat) adalah air liur serta kotoran anjing dan babi.
Untuk
benda-benda atau barang-barang yang suci, adalah barang-barang yang halal,
bermanfaat, dan tidak merugikan bagi manusia.
B. Penggolongan
Benda dalam Perspektif Halal, Haram, Suci dan Najis Menurut Para Ahli
1.
Iman 4 Mazhab
Pada dasarnya ke 4 Mazhab berpendapat
bahwa barang-barang atau benda yang najis, halal, dan haram, sama dengan apa
yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi
perbedaan pendapat. Contohnya seperti: Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah disebutkan, Rasulullah
SAW bersabda: “Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah
(bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali.” (HR Bukhari dan Muslim). ada
tiga opsi pandangan ulama menyikapi status najis atau sucikah binatang
anjing, yaitu sebagai berikut:
Pertama, para ulama Mazhab Syafi’i dan
Hanbali berpendapat, bahwa anjing najis secara kesuluruhan, baik segala yang
kering dari anggota tubuhnya atau pun yang basah. Kedua, ulama Mazhab
Hanafi berpandangan status anjing itu pada dasarnya suci kecuali bagian yang
basah dari anjing seperti kencing, keringat, liur, dan segala yang basah
hukumnya adalah najis.
Ketiga, menurut ulama Mazhab Maliki,
status anjing suci secara keseluruhan tidak najis, baik bagian yang kering dari
hewan mamalia itu ataupun yang basah. Dalam pandangan mereka, hukum bersuci
sebagaimana hadis di atas tersebut, hanya berlaku khusus untuk membersihkan
bejana, wadah, periuk, atau apapun yang dipakai minum atau makan anjing.
Dalam kitab asy-Syarkh ash-Shaghir
ma’a Hasyiyat as-Shawi Alaihi, disebutkan bahwa jika ada anjing yang
menjilati periuk sekali atau lebih, maka dianjurkan untuk membuang air atau
makanan itu kemudian disunahkan membersihkan periukk tadi tujuh kali, seperti
tuntunan hadis atas dasar ta’abbudi, meski sebenarnya anjing itu sendiri
suci. Ulama fiqh berbeda pendapat tentang jenis makanan yang dianggap
buruk atau kotor atau menjijikkan.
Adapun Menurut sebagian ulama diantaranya
imam Malik, yang termasuk dalam katagori binatang kotor (khabaits), yang haram
dimakan, hanyalah yang secara tegas disebutkan di dalam nash, seperti bangkai,
darah, bangkai babi, anjing, hewan yang disembelih atas nama selain Allah.
Sedangkan binatang yang menurut jiwa kotor atau menjijikkan, tetapi tidak
disebutkan di dalam nash secara tegas, maka halal untuk dimakan serta diperjual belikan. Imam Malik membolehkan
memakan rayap, cacing tanah, dan binatang kotor lainnya, karena tidak
ditegaskan keharamannya dalam nash.
2.
Imam Abu Hamid al-Ghazali
Rincian harta-benda yang keharamannya
karena adanya sifat yang terdapat dalam zat benda itu sendiri yang ada di muka
bumi ini ada tiga macam:
Pertama,
hasil tambang, yakni bagian-bagian bumi atau segala sesuatu yang dikeluarkan
dari bumi (yang berujud benda mati). Benda-benda seperti ini diharamkan
memakannya jika ia membahayakan tubuh atau jiwa manusia, seperti gas beracun.
Kedua, tumbuh-tumbuhan
(benda nabati). Dari golongan benda ini dihalalkan memakannya, kecuali
tumbuh-tumbuhan yang dapat menghilangkan akal manusia, atau merusak kesehatan
manusia. Tumbuh-tumbuhan yang menghilangkan akal manusia seperti ganja, khamr,
opium, dan segala tumbuhan yang memabukkan. Yang menghilangkan nyawa manusia
seperti racun (tumbuh-tumbuhan beracun), dan yang merusak kesehatan manusia
adalah obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan pada tidak waktunya atau
over dosis.
Ketiga,
binatang atau benda hayawani. Perihal ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu, yang
boleh dimakan (halal) dagingnya, dan binatang yang tidak boleh dimakan (haram)
dagingnya. Binatang yang halal tetap menjadi halal apabila cara
penyembelihannya dilakukan secara syari’at tertentu yang di dalamnya wajib pula
dijaga syarat-syarat penyembelih, alat penyembelihan, dan tempatnya. Jadi
binatang yang disembelih tidak menurut aturan syariat agama atau yang mati
dengan sendirinya menjadi haram untuk dimakan, melainkan dua bangkai, yakni,
ikan dan belalang.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa
kehalal-haraman suatu benda di muka bumi ini sangat berkaitan dengan maqasid
al-syari’ah. Yakni maqasid al-khamsah yang terdiri: tetapnya agama, akal, jiwa,
keturunan, dan harta. Sesuatu akan dinyatakan halal bila ia mendukung tetapnya
kelima maqasid al-khamsah itu pada diri manusia, akan menjadi haram bila ia
menjadikan terganggu.
Sedangkan harta-benda yang keharamannya
sebab adanya sesuatu yang datang kemudian atau dalam cara memperolehnya, ini
berarti zat barang tersebut adalah halal. Hal ini diperinci memjadi beberapa
bagian:
Pertama, sesuatu yang
diperoleh karena memang tidak ada pemiliknya, seperti berbagai benda
tambang, menghidupkan tanah mati, dan berburu. Semua itu halal hukumnya, dengan
syarat bahwa apa yang diambil itu tidak dikhususkan untuk kehormatan pribadi
tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, dan barang-barang tersebut tidak
dimiliki oleh “seseorang” yang dilindungi oleh hukum.
Kedua, sesuatu yang
diambil secara paksa dari siapa saja yang dianggap tidak ada kehormatan
diri baginya. Seperti: fa’i, ghanimah, dan semua harta orang kafir yang
memerangi orang Islam. Semua itu halal bagi orang Islam setelah diambil
sepertlima dari harta itu untuk kemaslahatan kaum muslimin, dan telah dibagi
secara adil kepada mereka yang berhak menerimanya. Tetapi harta orang kafir
yang telah dilindungi oleh hukum, maka tidak boleh diambil.
Ketiga, sesuatu yang
diperoleh dari transaksi yang dilakukan secara suka sama suka (dengan
cara tukar menukar). Harta benda yang dihasilkan dengan jalan seperti ini halal
hukumnya apabila telah terpenuhi syarat-syarat yang benar sesuai dengan
tuntutan syari’at, dan telah dihindari syarat-syarat yang merusakkan.
Keempat,
harta yang diperoleh bukan dengan usaha, seperti harta hasil warisan. Harta
seperti ini halal hukumnya, apabila yang meninggal dunia (yang mewariskan)
dahulu memperolehnya dengan jalan yang halal pula.
3.
Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi
Menurut beliau, berdasarkan al-Qur’an dan
hadis sangat simple dan jelas. Segala sesuatu yang baik-bagi tubuh, akal dan jiwa – maka
hukumnya halal. Begitu sebaliknya, segala sesuatu yang mendatangkan mudarat
(bahaya) bagi kesehatan: badan, akal, dan jiwa, hukumnya adalah haram. Menurut
beliau juga, Islam tidak mengharamkan perdagangan kecuali perdagangan yang
mengandung unsur kedzaliman, penipuan, eksploitasi, atau mempromosikan hal-hal
yang dilarang. Perdagangan khamr, ganja, babi, patung, dan barang-barang
sejenis, yang dikonsumsi, distribusi atau pemanfaatannya diharamkan,
perdagangannya juga diharamkan Islam. Dan setiap penghasilan yang didapat
melalui praktik itu adalah haram dan kotor.
4.
Shaikh El-Sayyid Sabiq At-Tihami
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan
bahwa makanan halal adalah apabila al-Qur’an maupun hadis menjelaskannya dan
tidak melarangnya. Namun makanan halal yang dijelaskan teks agama tidak
mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para ulama berijtihad sesuai
kaedah: ”al-Ashlu fi al-asyya’ al-ibahah
illa ma dalla ad-dalilu ‘ala tahrimihi” (Hukum asal segala sesuatu itu adalah
mubah/boleh kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya). Secara umum al-Qur’an
maupun hadis memberikan kriteria bahwa makanan halal itu adalah thayyib
(halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban, menurut Sayyid Sabiq, terangkum
dalam tiga hal: pertama, sesuai selera alamiah manusia. Kedua, bermanfaat dan
tidak membahayakan tubuh manusia. Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan
dipergunakan untuk hal yang benar. Maka beliau menjelaskan kriteria makanan
yang halal sebagai berikut:
Pertama, makanan nabati berupa
tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, selama tidak membahayakan tubuh. Kedua,
minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan dagingnya), kopi,
cokelat. Ketiga, makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum
binatang darat baik liar mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan
syariat. Begitu juga binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah
halal kecuali yag membahayakan. Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika
ditanya tentang bersuci dengan air laut, beliau menjawab: “Laut itu suci airnya
dan halal bangkai binatangnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,
Nasa’i).
C.
Analisis Kritik Terhadap Teori Barang Halal, Haram,
Suci dan Najis
BAB III
A. Kesimpulan
B. Saran